KEJANGGALAN - KEJANGGALAN yang terjadi pada aksi teror di Paris
Dan semangat Perang melawan terorisme hasil dari bom WTC sudah redub ,Makanya aksi teror di paris ini bisa di katakan sebagai pemicu untuk perang melawan terorisme. Kalau WTC sasarannya Al-Qaeda tetapi sekarang sasarannya adalah ISIS, padahal sesungguhnya sasaran mereka adalah kebangkitan islam itu sendiri.
Mumpung aksi serangan di daratan benua Eropa terjadi lagi, izinkan saya membincangkan kejanggalan atau lebih tepatnya “kekonyolan-kekonyolan” peristiwa ‘teror’ yang terjadi di pusat kesenian Bataclan dan sebuah Bar di Paris, Perancis.
Selain ‘teror’ di Paris, saya akan membahas juga kekonyolan pelaku ‘teror’ di Indonesia. Mudah-mudahan, artikel ini memberi sudut pandang yang berbeda dengan media mainstream.
Perlu diketahui oleh pembaca, bersamaan dengan peristiwa tersebut, di dalam stadion Stade de France berlangsung laga persahabatan antara Perancis melawan kesebelasan Jerman. Presiden Perancis saat serangan berlangsung juga berada di dalam stadion.
Pertama, bagaimana mungkin stadion yang dihadiri Presiden Francois Hollande muncul peristiwa di Bataclan yang lokasinya di dekat area Stadion? Bukankah radius 2-3 Kilometer harus sudah disterilkan demi keselamatan sang Presiden?
Kedua, setelah pelaku yang berjumlah 7-8 orang mati semua, Ajaibnya ditemukan identitas berupa paspor. Paspor itu diduga milik seorang pengungsi suriah. Anehnya, paspor itu masih mulus dan tak hancur karena peristiwa peledakan tersebut.
Ketiga, selalu ada kambing hitam. Awal tahun 2000-an biasanya Al-Qaidah yang menjadi langganan. Sekarang ini ganti ISIS. “Serangan hampir bersamaan di Paris yang menewaskan sedikitnya 127 orang itu merupakan tindakan perang yang dilakukan oleh kelompok militan ISIS,” kata Presiden Hollande.
Setelah nama ISIS disebut media-media Barat, disertai rilis video pengakuan orang yang diduga dari ISIS. Tudingan kepada ISIS tak masuk akal, bukankah ISIS itu fokus beroperasi di Suriah dan Irak. Bagaimana caranya mereka bisa menembus ketatnya keamanan di Perancis?
Dampak dari teror di Paris, membuat Negara-negara di benua Eropa memperketat keamanan di kawasan perbatasan. Otomatis hal ini merugikan ribuan pengungsi Suriah yang ingin mencari kehidupan yang lebih baik ke Eropa.
Baca Juga : Benarkah Teror Paris sudah di rencanakan oleh kelompok rahasia Iluminati
Selain itu, tidak menutup kemungkinan para imigran Muslim di Perancis akan mengalami perlakuan kasar dan diskriminasi. Peristiwa teror di Paris membuat sebagian besar penduduk di dunia lupa akan intervensi militer dan kejahatan perang Perancis di Mali, Libya dan Suriah. Semua itu tak lepas dari peran media mainstream yang pandai mengalihkan isu dan memutarbalikkan fakta.
Pemuda Yang Dituduh Pelaku Pemboman Paris Ternyata Sedang Di Rumah Saat Kejadian
Pemuda yang dituduh pelaku pengeboman Paris (13/11/2015) ternyata saat kejadian dia berada di rumahnya.Dia heran foto-fotonya beredar pasca kejadian. Padahal di rumah tidak ke mana-mana.
Dia nyatakan tidak tergabung dengan organisasi tertentu apalagi organisasi yang membunuh warga tak berdosa.Selalu terulang seperti kasus WTC 9/11... pelakunya masih hidup di rumahnya, bahkan sudah ada yang meninggal jauh-jauh hari tapi disebut sebagai pelaku.
Sehebat apapun skenario akan terungkap juga kebusukannya.
*Sumber video wawancara : http://www.rassdmaroc.com/2015/11/561.html
Kekonyolan yang sama di Indonesia
Sekarang beralih ke serangkaian teror di Indonesia. Teror di negeri ini mengandung sejumlah kejanggalan bahkan kekonyolan. Teror-teror di Indonesia bagaikan telenovela yang tak berkesudahan! Sejauh ini yang tersisa dan menjadi kambinghitamnya adalah kelompok Santoso. Entahlah Santoso saat ini berada di mana dan sedang merencanakan apa. Berikut ini sederet kekonyolan-kekonyolan “teroris” di Indonesia:
Pertama, Terlihat gampang disergap aparat, terutama pada saat momen hari-hari besar. Misalnya: saat ada kunjungan presiden/Menlu AS ke Indonesia, ketika ada pergantian Kapolri baru, kemudian saat ada kasus korupsi besar yang menjerat oknum pejabat di Istana.
Kedua, selalu ada rilis video pengakuan di stasiun televisi tertentu. Biasanya video tersebut berisi pesan-pesan terakhir kepada keluarga maupun teman seperjuangan. Harusnya pelaku teror itu professional dan rapi dalam menjalankan misinya. Tapi mengapa mereka menjadi narsis? Kenarsisan pelaku teror pernah diungkap secara vulgar dalam film Iron Man 3.
Ketiga, menulis rencana terornya secara rinci. Masih ingat dengan peristiwa penyergapan pelaku teror di Ciputat 2014?. Si pelaku nulis rencana teror dan target-targetnya. Kedubes AS, markas Densus 88, vihara-vihara mereka jadikan target serangan. Sungguh kekonyolan yang tak termaafkan.
Keempat, kerap salah target atau sasaran. Mereka menembaki foto presiden SBY. Sampai membuat pak SBY curhat disiarkan secara langsung di televisi. Pernah juga mereka menyerang pos polisi di Solo, ini terjadi saat Jokowi berlaga di Pilgub DKI Jakarta. Meledakkan diri di masjid Mapolresta Cirebon, hotel JW marriot dan kafe di Jimbaran. Yang di Jimbaran direkam secara diam-diam, sehingga kelihatan jelas pelaku terornya membawa tas ransel dan nekad meledakkan dirinya.
Kelima, meletakkan bom secara sembarangan. Misal: bom ditaruh di dalam buku dan ada yang membawa bom menggunakan sepeda ontel. Kasus bom buku di Utan kayu cukup janggal. Bom itu katanya ditujukan kepada Ulil abshar abdala (mantan kordinator JIL). Saat penjinakan bom buku, yang menangani bukanlah tim Gegana. Melainkan seorang polisi yang nekad, tanpa dibekali SOP. Saat diliput oleh media, paket bom tersebut disiram pakai air, sehingga meledak dan membuat polisi yang bertindak bagai pahlawan kesiangan itu cedera serius.
Selanjutnya membawa bom/bahan peledak yang terbuat dari karbit, mesiu, dan paku dengan sepeda. Peristiwa ini terjadi di Kalimalang. Pelaku yang bernama Abu Ali akhirnya divonis 5,6 tahun penjara oleh PN Jakarta timur.
Selanjutnya membawa bom/bahan peledak yang terbuat dari karbit, mesiu, dan paku dengan sepeda. Peristiwa ini terjadi di Kalimalang. Pelaku yang bernama Abu Ali akhirnya divonis 5,6 tahun penjara oleh PN Jakarta timur.
Keenam. Mereka dapat perlakuan khusus. Perlakuan khusus bukan remisi dan pemotongan masa tahanan. Melainkan ada yang bisa pergi haji ke Mekkah, bisa diwawancarai media & dapat beasiswa kuliah di Pascasarjana Unmuh Surabaya. Ali Fauzi adalah adiknya Amrozy. Intisari dari Tesisnya Ali Fauzi ialah bahwa penanganan gerakan radikalisme di Indonesia jalan di tempat.
“Di dalam pandangan Ali Fauzi, bahwa penanganan terorisme di Indonesia lebih bercorak penghakiman dari pada preventif. Bahkan kemudian yang sudah dihakimi pun kemudian dihukum dan setelah keluar kemudian juga tidak dilakukan tindakan membentengi mereka agar menjadi lebih bermanfaat,” tulis Prof Dr Nur Syam di harian Jawapos, 10 April 2011.
Semua itu terjadi di Indonesia. Di Perancis, Amerika, Jerman dan Inggris pun tidak bakalan ada. Sungguh istimewa pelaku teror di negeri ini. Mereka mirip pelaku korupsi. Diperlakukan secara khusus untuk maksud tertentu.
Andaikata dibuatkan sebuah Novel yang mengambil inspirasi dari kekonyolan-kekonyolan di atas, maka saya beri judul, “Terorku, Kekonyolanku”. Siapa tahu novel ini best seller dan melampaui penjualan novelnya Andrea Hirata dan Orhan Pamuk.(kiblat.net)
Oleh: Fadh Ahmad Arifan
Semua artikel bersifat dinamis karena sewaktu-waktu akan mengalami perubahan data/sumber/analisa dan lainnya demi keakuratan dan obyektifitas informasi.

TINGGALKAN KOMENTAR ANDA