RAMADHAN, MOMENTUM AMALKAN AL QUR’AN
Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan menurunkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami). Karena itu Kami menyiksa mereka karena apa yang mereka perbuat itu (TQS al-A’raf [7]: 96). []
Alhamdulillah,
kita masih berada di bulan yang mulia, bulan Ramadhan. Di hari yang mulia, hari
Jumat. Bersama dengan orang-orang yang mulia, orang-orang bertakwa. Shalawat serta salam semoga
senantiasa dicurahkan kepada habibina wa maulana, Rasulullah Muhammad SAW.
Marilah
kita tingkatkan takwa kita kepada Allah, terlebih lagi di bulan takwa, bulan
Ramadhan. Takwalah yang menentukan
derajat manusia di sisi Allah. Makin
tinggi derajat takwa seseorang, maka makin tinggi pula derajatnya di sisi
Allah.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. (TQS Al
Hujurat: 13)
Ada satu
hari istimewa di bulan ini, yakni hari diturunkannya Al Qur’an. Kita sering
mengenalnya dengan istilah Nuzulul Qur’an.
Sering kita memperingatinya, tapi sayang Al Qur’an belum diterapkan di
muka bumi ini secara nyata.
Padahal,
mencampakkan Al Qur’an (Hajr al-Qur’an) adalah dosa besar. Allah SWT mencela
orang-orang yang berperilaku demikian.
Lalu apa
saja perilaku yang termasuk mencampakkan Al Qur’an? Beberapa di antaranya
adalah tidak meyakini kebenaran Al Qur’an.
Tidak mau mendengarkan dan tidak
memperhatikan Al Qur’an. Mengimani Al Qur’an, tetapi tidak mau mempelajarinya.
Mempelajari kandungan Al Qur’an, tetapi jarang sekali membacanya. Sering
membaca Al Qur’an, tetapi tidak men-tadabburi-nya.
Kadang merenungi makna dan
memahami ayat-ayat Al Qur’an, tetapi enggan mengamalkannya. Tidak menghalalkan
apa yang telah dihalalkan Al Qur’an. Tidak mengharamkan apa yang diharamkan Al
Qur’an. Tidak menjadikan Al Qur’an sebagai sumber aturan dan hukum untuk
mengatur kehidupan. Mencari ketenangan dan penyelesaian masalah bukan dari Al
Qur’an.
Semua itu adalah perilaku Hajr al-Qur’an (mencampakkan Al Qur’an).
Al-Hafizh
Ibn Katsir mengatakan bahwa Allah SWT
telah mengabarkan tentang keluhan Rasul-Nya atas perilaku kaumnya:
Tuhanku, sungguh kaumku telah menjadikan Al Qur’an ini
sebagai sesuatu yang dicampakkan (QS al-Furqan [25]: 30).
Keluhan
itu terucap karena perilaku umatnya yang tidak mau memperhatikan dan
mendengarkan Al Qur’an. Allah SWT berfirman:
Orang-orang kafir berkata, “Janganlah kalian
mendengarkan Al Qur’an dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya agar kalian menang.”
(QS Fushshilat [41]: 26).
Jika Al
Qur’an dibacakan, mereka merasa risih. Mereka lalu membuat gaduh atau perkataan
lain yang secara sengaja dilakukan agar Al Qur’an tidak didengar. Perbuatan ini
termasuk dalam kategori Hajr al-Qur’an (mencampakkan Al Qur’an).
Demikian
pula tidak mengamalkan Al Qur’an. Tidak melaksanakan perintah-perintah Al
Qur’an. Tidak menjauhi larangan-larangan Al Qur’an. Berpaling dari Al Qur’an ke
hal lain (seperti lebih senang dan tenang mendengar dan melantunkan syair,
musik, lagu atau nyanyian) selain Al Qur’an.
Sibuk mempelajari perkataan,
permainan, pembicaraan atau tuntunan yang diambil dari selain Al Qur’an. Semua
itu, menurut Ibnu Katsir, termasuk perilaku mencampakkan Al Qur’an (Lihat: Ibn
Katsîr, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 6/108).
Sebaliknya,
ada kewajiban untuk mengamalkan Al Qur’an.
Ibnul Qayyim dalam Zâd al-Ma’âd
berkata, “Sebagian salafush shalih mengatakan, sesungguhnya Al Qur’an
diturunkan untuk diamalkan. Karena itu jadikanlah aktivitas membaca Al Qur’an
sebagai wujud pengamalannya. Ahlul Quran adalah orang yang memahami dan
mengamalkan Al Qur’an walaupun ia tidak menghafalkannya. Sebaliknya, orang yang
menghapal Al Qur’an, namun tidak memahami dan mengamalkan kandungannya (meskipun dia sangat perhatian dalam
pengucapan huruf-hurufnya), tidak layak menyandang predikat sebagai Ahlul Quran
(Ibnu al-Qayyim, Zâd al-Ma’âd, I/338).
Karena itu,
Ramadhan ini seharusnya menjadi momentum kita untuk menerapkan Al Qur’an,
kembali membumikan Al Qur’an. Caranya tentu dengan mengamalkan seluruh isi Al
Qur’an sekaligus berhukum pada Al Qur’an. Jika Ramadhan saja bisa mulia karena
Al Qur’an turun di dalamnya, apalagi manusia. Manusia akan mulia jika semua
aktivitas kehidupan mereka diatur dengan hukum-hukum Al Qur’an.
Karena
itu berhukum pada Al Qur’an adalah sebuah keniscayaan. Tidak boleh tidak. Umat
Islam secara keseluruhan wajib berhukum pada Al Qur’an. Berhukum pada Al Qur’an
adalah wujud nyata ketakwaan kepada Allah SWT. Jika puasa Ramadhan benar-benar
menghasilkan ketakwaan kepada pelakunya, sejatinya mereka akan berhukum pada Al
Qur’an. Ketakwaan—tentu dengan mengamalkan Al Qur’an dan berhukum pada Al
Qur’an—pasti akan menghasilkan rahmat dan kerbekahan dari Allah SWT. Allah SWT
berfirman:
Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pasti Kami akan menurunkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan
tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami). Karena itu Kami menyiksa mereka
karena apa yang mereka perbuat itu (TQS al-A’raf [7]: 96). []
TINGGALKAN KOMENTAR ANDA