Pilkada serentak akankah membawa perubahan...?

Rakyat Indonesia pada akhir tahun 2015 ini akan di suguhi tontonan panggung politik lagi. Pilkada atau pemilihan kepala daerah akan di laksanakan tepatnya pada bulan Desember mendatang. PEMERINTAH dan DPR sepakat pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan digelar pada Desember 2015 mendatang. Kesepakatan itu tercipta setelah pihak penyelenggara, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyanggupinya (hukumonline.com, 30/04). KPU menyampaikan bahwa 827 pasang calon kepala daerah telah mendaftar: 20 pasangan calon gubernur/wakil gubernur, 691 pasangan calon bupati/wakil bupati, dan 116 pasangan calon wali kota/ wakil wali kota. Di antara mereka ada 28 pasangan dari jalur perseorangan yang maju bermodalkan bundel-bundel kartu tanda penduduk calon pemilih (kompas.com, 12/08).


Menurut Ketua Fraksi Golkar di MPR, Rambe Kamarulzaman, serentaknya Pilkada juga dilatarbelakangi oleh UU No.1 Tahun 2015 tentang Pilkada mengamanatkan terhadap pejabat kepala daerah yang habis pada 2015 dan masa jabatan Januari hingga Juli 2016 ditarik pemilihan pejabat baru pada Desember 2015. Meski DPR khususnya Komisi II mengusulkan agar dilakukan proses Pilkada pada 2016, namun kesepakatan dilakukan pada 9 Desember 2015.
Pilkada serentak dilaksanakan melalui tiga gelombang. Gelombang kedua akan digelar pada Februari 2017 diperuntukan bagi mereka pejabat kepala daerah yang habis masanya pada Juli hingga Desember 2017. Sedangkan gelombang tiga bakal digelar pada Juni 2018 bagi pejabat yang habis masa tugasnya pada 2018 dan 2019 (hukumonline.com, 30/04).
Mengapa Pilkada 2015 Harus Serentak?
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, Pilkada serentak ini menjadi penting dan sebagai momen bersejarah bagi Indonesia. Hal ini karena jadi momentum bangsa Indonesia untuk memilih kepala daerah secara masif yang terorganisir dan terstruktur. Demikian menurut Husni dalam pidato peresmian pilkada serentak di Kantor KPU Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/04).
Tahapan pilkada serentak 2015 ini diawali dan ditandai‎ dengan penerimaan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) secara serentak pada hari ini. DAK2 ini untuk pertama kali digunakan sebagai dasar bagi penentuan prosentase syarat dukungan calon perseorangan, agar para calon perseorang lebih awal dapat mempersiapkan diri.
Husni menambahkan, ‎model pemilihan serentak ini merupakan yang pertama kali di Indonesia, bahkan di dunia. Indonesia harus dicatat dalam sejarah demokrasi dunia karena tercatat ada 269 daerah terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang serentak memilih kepala daerah. Artinya, sekitar 53 persen dari total 537 jumlah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia akan melaksanakan Pilkada serentak gelombang pertama. Namun tentu bukan hal mudah untuk melakukan itu semua. Karena banyak tantangan yang akan dihadapi, demikian ucap Husni. Peresmian Pilkada serentak ini dihadiri sejumlah pihak terkait. Di antaranya Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo (news.liputan6.com, 17/04).
Rencana Pilkada serentak ini tak mulus benar. Pada batas akhir pendaftaran calon, masih ada beberapa ganjalan, terutama adanya tujuh daerah yang calon kepala daerahnya hanya sepasang. Di saat yang sama, rezim pengaturan pemilihan kepala daerah mensyaratkan adanya minimal dua pasangan calon. Jika tidak, pemilihan kepala daerah akan diundur hingga ke tahun 2017 (kompas.com, 12/08).
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, berpandangan dalam melaksanakan Pilkada serentak mesti dipertimbangkan dampak terhadap rakyat. Tak saja efisiensi anggaran, tapi juga kesiapan masyarakat dan partai politik. Terlebih, masih adanya perseteruan internal partai dengan dualisme kepengurusan yang tak kunjung rampung. Menurutnya, pilkada serentak yang akan digelat Desember perlu diundur.
Kendati pun tetap bakal digelar akhir tahun 2015, toh perlu menilik kesiapan birokrasi dan administrasi, termasuk Pemda setempat di masing-masing daerah. Selain itu, kesiapan penyelanggara seperti KPU dan Bawaslu secara administratif, substantif dan anggaran perlu persiapkan matang. Dengan kata lain, kata Zuhro, kesiapan seluruh stakeholder dalam melaksanakan Pilkada serentak perlu mempertimbangkan beberapa hak krusial dan dampaknya terhadap masyarakat luas. 
Ia menilai Pilkada serentak seolah dipaksakan. Ia berpendapat melaksanakan Pilkada serentak di 269 daerah bukan perkara mudah. Ia menyarankan sebaiknya Pilkada serentak dilakukan di satu provinsi dengan beberapa kabupaten sebagai uji coba. Nah, jika ternyata berjalan lancar tanpa adanya kerusuhan dan sengketa, maka dapat digelar di provinsi lain. Di tahun berikutnya, dapat digelar serentak nasional. Sepatutnya rencana diselenggarakan Desember direview agar hasilnya berkualitas dan korelasinya terhadap pemerintahan daerah dan rakyatnya positif dan signifikan (hukumonline.com, 30/04).
Pendaftaran calon kepala daerah telah dibuka mulai Ahad (26/7) hingga Selasa (28/7) di 269 kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang terbagi di sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun memutuskan memperpanjang waktu pendaftaran calon kepala daerah selama tiga hari di 7 Kabupaten/Kota. Namun, hal itu dianggap tidak akan mampu mengatasi masalah calon tunggal (beritasatu.com, 08/08).
Calon Tunggal Jadi Fenomena, Bukti Sulitnya Menentukan Kandidat Pemimpin
Fenomena calon tunggal ini sebenarnya terjadi karena partai politik juga. Jamak kita ketahui, para calon yang bakal diusung oleh partai politik disyaratkan untuk membayar uang mahar kepada partai pengusung. Maka, secara rasional, jika ada calon petahana yang kuat, misalnya Wali Kota Surabaya (sekarang) Tri Rismaharini, calon lain pasti akan berkalkulasi rasional. Daripada hilang segalanya, lebih baik mengurungkan niat untuk jadi calon. Masalahnya, baru jadi calon, mereka sudah harus membayar pintu masuk. Belum lagi dana untuk kampanye serta dana ini-dana itu. Mahar untuk pintu masuk yang disyaratkan oleh partai pengusung inilah yang, antara lain, jadi biang munculnya calon tunggal.
Di sejumlah negara yang telah lama mempraktikkan pemilihan umum, seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, India, Malaysia, dan Filipina, masalah calon tunggal bukan hal baru dan aneh. Jika ada negara-negara yang memiliki tradisi demokrasi yang mapan, ada mekanisme mengatasi soal calon tunggal ini. Jika dalam sebuah pemilihan kepala daerah hanya ada calon tunggal, calon tersebut langsung disahkan sebagai pemenang. Di Amerika Serikat, ini disebut WO (walkover), sementara di Kanada disebut aklamasi (kompas.com, 12/08).
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 12/2015 merupakan perubahan atas PKPU No. 9 tahun 2015 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau walikota dan wakil walikota, khususnya terkait tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 (solopos.com, 21/07). PKPU 12/2015 yang baru saja diterbitkan pada 16 Juli 2015 itu menyebutkan jika calon kepala daerah tetap hanya satu (calon tunggal) setelah perpanjangan pendaftaran tiga hari, maka seluruh tahapan dihentikan dan ditunda pada pilkada serentak berikutnya pada 2017 (kpu.kebumenkab.go.id, 16/07).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria meminta pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pemilu untuk mengantisipasi kemungkinan tetap adanya calon tunggal Kepala Daerah di beberapa daerah, kendati KPU telah menambah masa waktu pendaftaran. Namun Riza menawarkan tiga opsi apabila nanti pemerintah pada akhirnya tidak mengeluarkan Perppu dan memilih menerapkan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang menyatakan daerah tersebut harus mengikuti pemilu pada periode selanjutnya yang telah ditetapkan oleh KPU di tahun 2017. Opsi pertama, untuk melawan kemungkinan kemenangan mutlak dari calon tunggal, Riza menyarankan KPU memberi syarat-syarat untuk dipenuhi oleh para calon, misalnya syarat dukungan dari masyarakat tempat pemilihannya mencapai 70-80%. Sehingga diharapkan ada keseriusan dalam proses pencalonannya sebagai kepala daerah. Kedua, langsung dijadikan sebagai kepala daerah dengan dikeluarkan Surat Keterangan termasuk dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi pula. Ketiga, KPU diminta untuk membuka kembali pendaftaran bagi daerah yang masih bercalon pasangan tunggal. Namun konsekuensinya apabila ada penambahan waktu, sang calon akan terkurangi masa kampanyenya (cnnindonesia.com, 12/08).

Tak ayal, peneliti senior LIPI, Siti Zuhro pun mengaku pesimis bahwa persoalan calon tunggal di 7 Kabupaten/Kota akan tuntas dengan perpanjangan waktu tiga hari. Menurutnya, persoalan pada pilkada serentak tidak hanya karena munculnya calon tunggal. Tetapi, akan ada banyak masalah yang akan timbul, seperti sebelumnya dualisme kepengurusan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). “Ini memang pilkada yang tidak ideal, di mana undang-undang (Pilkada) baru disahkan langsung tahapan pilkada dimulai. Ada semacam urgensi yang mendesak sehingga harus segera mungkin pilkada serentak,” kata Siti (beritasatu.com, 08/08).

Tidak ada komentar

Copyright © . Lemahireng Info All Right Reserved -
Diberdayakan oleh Blogger.