KH.Nasrudin dalam perjalanan dakwahnya...

KH Nasrudin, Aktivis HTI Semarang
Di teras rumahnya yang cukup luas, Kyai Nasrudin mengupas kitab Bunga Rampai Pemikirian Islam atau Fikrul Islam karya Syeikh Muhammad Ismail, Jumat (26/4) menjelang Ashar. “Sistem harus diubah dengan Islam, di samping itu umat juga harus dibuat shalih dengan Islam,” tegasnya kepada sekitar dua puluh santrinya yang merupakan pemuda dan bapak-bapak warga Kecamatan Tembalang, Semarang dan sekitarnya.
Begitulah suasana ketika Media Umatmendatangi kyai muda dari kalangan Nahdliyin yang kini disibukkan dengan kegiatan dakwah untuk menyeru penegakan syariah Islam kaaffah dalam bingkai khilafah.
Menurutnya kajian kitab yang membentuk pola pikir dan pola sikap islami karya salah satu tokoh Hizbut Tahrir itu diajarkannya setiap Jumat pukul 14.00 WIB. Sedangkan setiap Jumat ba’da Shubuh, ia pun memberikan kajian tafsir Alquran yaitu dengan Tafsir Al Ibris di masjid besar yang tepat berada di depan rumahnya. Santrinya pun sekitar 20 orang.
Sebelumnya, ungkap lulusan tiga pesantren salafiyah di Tembalang (Semarang), Brabu (Grobogan) dan Kaliwungu (Kendal) ini, tiap kali dirinya mengisi kajian  Al Ibris, jamaah pengajiannya yang datang minimal dua truk uyel-uyelan ditambah dengan yang datang sendiri membawa sepeda motor.
Namun sejak 2008, lelaki kelahiran Semarang, 2 Maret 1975 diboikot hingga santrinya tersisa dua orang saja. Jadwal khutbah Jumat di berbagai masjid di Tembalang dan sekitarnya pun dibatalkan sepihak oleh pihak masjid.
“Bahkan Taman Pendidikan Quran yang kami rintis bubar karena RT-RW menginstruksikan pada semua wali santri yang berjumlah 80 orang itu untuk mengeluarkan anaknya dan memindahkannya ke TPQ lain,” kenangnya.
Itu semua terjadi lantaran tokoh-tokoh berpengaruh di tengah masyarakat belum memahami Hizbut Tahrir dan belum memahami kewajiban menegakkan kembali khilafah. Sehingga dirinya yang sejak 2007 aktif menyerukan kewajiban mendirikan kembali khilafah disambut negatif yang pada puncaknya umat dilarang lagi mengikuti kajian ulama yang sampai saat ini pun tetap aktif memimpin kegiatan yasinan dan tahlilan tersebut.
Meski ia sudah menjelaskan dengan berbagai cara dan berbagai dalil dikemukakan, Nasrudin tidaklah memiliki kuasa untuk menyadarkan mereka. Itu sangat disadarinya. Apalagi dirinya pun sebelum akhirnya tersadar dan tercerahkan selama lima tahun selalu mengerahkan segala daya untuk menolak kedatangan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Semarang. Serta menolak argumentasi sang aktivis yang menyatakan menegakkan kembali syariah dalam bingkai khilafah adalah kewajiban seluruh kaum Muslim, bukan hanya aktivis HTI.
Mengenal HT
Nasrudin pertama kali mendengar nama Hizbut Tahrir pada 2002. Saat itu ia belum diboikot untuk mengisi kajian rutin Al Hikam, di salah satu masjid di Jalan Durian Semarang. “Sebagian yang hadir memang ada anggota Hizbut Tahrir. Kemudian mereka suka menanyakan persoalan umat, yang mereka sering tidak puas ketika saya jawab dengan cara menentramkan hati,  keshalihan (individu-red),” ungkapnya.
Rupanya beberapa aktivis HTI yang mengikuti kajian Al Hikam tersebut bermain ke rumahnya untuk berdiskusi terkait persoalan umat. Kemudian mereka mengutus seseorang untuk datang sendiri ke rumah. Meski Nasrudin tidak berminat, ia tidak enak juga bila menolak utusan tersebut akan datang pada waktu tertentu, yang merupakan waktu kosong Nasrudin.
Betapa senangnya, Nasrudin ternyata pada hari H dan menjelang jamnya, hujan lebat turun bahkan disertai angin kencang. Pasti, orang itu tidak akan datang, sangkanya dalam hati. Namun dugaannya meleset. Ternyata aktivis HTI Semarang tersebut datang tepat waktu. “Ustadz dari HTI ini datang tepat waktu sebagaimana janjinya, tapi sengaja tidak saya termui,” kenang Nasrudin.
Kemudian si aktivis pun pulang, dan di hari lain masih tetap juga mengabari akan datang lagi, dan memang datang tepat waktu lagi. Tapi kali itu, ia temui, itupun hanya 15 menit saja. “Akan tetapi yang disampaikan begitu mendalam yaitu pembuktian keberadaan Allah,” ungkapnya yang saat itu hatinya hampir goyah.
Namun ia menguatkan diri lagi dengan menghibur diri bahwa yang dilakukannya saat ini sudah cukup baik sehingga tidak perlu lagi disibukkan untuk mengkritik pemerintah apalagi sampai turut memperjuangkan tegaknya kembali khilafah.
Di  kesempatan lain dirinya pun dihadiahi kitab Nidzamul Islam karya pendiri Hizbut Tahrir, Syeikh Taqiyuddin An Nabhani, yang membahas Islam secara tuntas dari mulai akidah sampai membandingkan tiga ideologi dunia yakni Islam, kapitalisme dan komunisme.
“Kemudian saya bandingkan dengan kitab lain seperti Ahkamul Sulthan  li Mawardi. Dan selama lima tahun pula anggota Hizbut Tahrir tadi tidak ada menyerah untuk mengontak dan berusaha memahamkan saya dan selama lima tahun pula saya berusaha menolaknya,” bebernya.
Gengsi bila harus menyerah, Nasrudin akhirnya berkontemplasi. Ia turunkan semua kitab yang pernah dipelajari selama nyantri di tiga pesantren. “Semakin saya baca lagi, semakin saya tidak menemukan hal yang salah dari pemikiran dan metode dakwah Hizbut Tahrir,” ungkapnya.
Ia pun tersadar. Tidak ada alasan lagi bagi dirinya untuk menolak kebenaran. Maka pada  2007, dengan ikhlas ia mengikuti kajian rutin kitab-kitab Hizbut Tahrir dan mendakwahkannya.
“Tolong catat ya, ini penting. Hal yang paling berkesan mengapa saya memutuskan untuk bergabung dalam dakwah Hizbut Tahrir,” desaknya kepada Media Umat.
Pertama, jika mengkaji kitab Fatkhul Mu’in, Fatkhul Qarib, dan juga Fatkhul Hab,  sampai sepertiga bab terakhir kitab-kitab tadi, maka akan menemui persoalan uqubat, hudud, juga jinayat.  “Tetapi ketiga persoalan ini pada faktanya tidak dapat dilaksanakan tanpa institusi khilafah,” tegasnya.
Padahal, ungkapnya, bahwa seluruh hukum diajarkan untuk diamalkan. “Hizbut Tahrir, menawarkan konsep itu, juga mengajarkan metode untuk menjalankan konsepnya,” tegasnya.
Kedua, “Saya sudah mencari organisasi dakwah, dan yang paling cocok dengan ilmu yang saya pelajari adalah fikrah dan thariqah dakwah Hizbut Tahrir dalam menegakkan khilafah. Hizbut Tahrir juga sudah memberikan panduan bagaimana jika khilafah berdiri,” ungkapnya.
Diboikot
Sejak saat itu, dalam berbagai kesempatan, baik dalam setiap undangan pengajian, atau pun kajian di berbagai masjid termasuk dalam khutbah Jumat, ia pun mendakwahkan wajibnya menegakkan kembali negara dan sistem pemerintahan yang diwariskan Nabi Muhammad SAW tersebut.
Keleluasaannya berdakwah di berbagai tempat hanya berjalan setahun saja. Karena pada 2008, ia pun diboikot. “Sampai-sampai  saya juga diboikot tidak diperbolehkan  lagi mengisi kajian-kajian di masjid, khutbah Jumat dan lain-lain.  Juga beredar fitnah perihal dakwah saya,” ujarnya.
Jamaah meninggalkan dirinya yang tersisa hanya dua orang saja.
Namun, bagi lelaki dengan satu istri dan tiga anak ini, berprinsip cahaya kebenaran sudah kadung menerangi hatinya, tak boleh ada yang memadamkannya. “Ya, itu adalah konsekuensi terhadap dakwah yang kita lakukan,” tegasnya.
Menurutnya, menyitir Kitab Daulah Islam karya Syeikh Taqiyuddin An Nabhani, pertentangan dalam masyarakat terhadap dakwah yang ideologis  bisa terjadi dalam tiga kategori yaitu propaganda negatif,  pemboikotan juga kekerasan fisik. “Dua hal pertama sudah saya alami, yang ketiga dialami saudara-saudari kita di Uzbekistan, Pakistan dan  lain-lainnya,” lirihnya berkaca-kaca.
Alhamdulillah justru dengan itu, jamaah jadi terfilter dengan sendirinya. “Yang ikhlas, terbuka hati dan pikirannya,  jadi mengkaji lagi, dan malah dengan kekuatan semangat yang lebih besar,” katanya.
Media Umat pun sempat mewawancarai salah satu jamaah yang sempat berhenti mengikuti kajian KH Nasrudin,  yaitu Bapak Hambali. Ia menyampaikan sebab kembali mengkaji yaitu karena menemukan jawaban atas pertanyaan dari mana hidup, untuk apa dan ke mana setelah mati dengan konsekuensinya.
Ketika ditanya, mengapa tidak menghentikan saja dakwah tentang wajibnya menegakkan khilafah agar jamaahnya kembali banyak, ia pun menjawab: “Jika kita mempunyai jamaah yang banyak  yang dapat mengangkat derajat kita di masyarakat, apakah titik ini sajakah tujuan kita?  Ataukah seruan Allah yang lebih tinggi? Karena bagaimanapun yang tertinggi adalah mendapatkan keridhaan Allah.”[] brojo p laksono/joy

sumber;http://mediaumat.com/sosok/4630-104-rela-diboikot-demi-keridhaan-allah.html

Lemdia.com (media milik kaum rakyat jelata) "Media lokal yang menggali dan mengangkat potensi masyarakat bawah"

Tidak ada komentar

Copyright © . Lemahireng Info All Right Reserved -
Diberdayakan oleh Blogger.