Tolak Ahok menjadi Babak Baru Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Tolak Ahok, Babak Baru Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Siapa Sesungguhnya yang Politis? Respon yang luar biasa terhadap isu haramnya pemimpin kafir memimpin kaum muslimin, merupakan indikasi kuat atas terusiknya aktivitas kekufuran dan kemungkaran atas eksistensi dakwah Islam. 

Tolak Ahok menjadi  Babak Baru Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Terminologi Mukmin Kafir, didalam syariah Islam adalah devinisi biasa, tidak ada bedanya dengan terminologi munafik, Istiqomah, riya’, sabar, syukur, Sum’ah, dll.

Mukmin maupun kafir merupakan terminologi netral untuk menjelaskan sekaligus membedakan keimanan seseorang terhadap keberadaan sekaligus keesaan Allah SWT. Siapapun yang mengingkari keberadaan Allah SWT, seraya memberikan pengabdian kepada Dzat selain Allah SWT, pada Ruh nenek moyang, bebatuan dan pepohonan, dewa-dewa, matahari, dan dimensi lain selain Allah SWT, maka ia disebut musyrik.

Siapa saja yang mengimani keberadaan Allah SWT sebagai illah, namun mengingkari keesaannya, menyekutukannya dengan sesuatu yang lain, berarti ia telah ingkar pada keesaan Allah SWT dan ia terkategori Kafir.

Kaum Nasrani (Katolik dan Protestan) termasuk golongan kafir, karena telah menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu Dzat yang lain meskipun mengimani-Nya sebagai illah. Pengakuan dan keyakinan Isa Putra Allah, Tuhan Bapa, Bunda Maria sebagai sesembahan, adalah bentuk pengingkaran terhadap keesaan Allah SWT. 

Keyakinan ini telah menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu yang lain dan telah meruntuhkan otoritas Tuhan yang menjadi membutuhkan pada sesuatu. Padahal, Allah SWT tidak bergantung, tidak beranak tidak pula diperanakan, tiada sesuatu pun sekutu bagi-Nya.

Kaum Yahudi juga Kafir, karena telah mensejajarkah uzair dengan Allah SWT. Bahkan, lebih jauh telah meyakini uzair putra Allah, padahal, Allah SWT tidak bergantung, tidak beranak tidak pula diperanakan, tiada sesuatu pun sekutu bagi-Nya.

Adapun umat Hindu, Budha, Konghucu, zoroaster, penyembah matahari, aliran kejawen yang mengkultuskan roh nenek moyang, kesemuanya masuk kategori Musrik. Karena sama sekali tidak mengimani keberadaan Allah SWT sebagai illah, Tuhan semesta alam, manusia dan kehidupan. Sesembahan manusia.

Dalam pandangan Islam, pengklasifikasian ini bukan karena dasar kebencian, bukan pula untuk memaksakan keyakinan Islam kepada kaum kafirin dan musyrikin. Pengklasifikasian ini adalah perintah Allah SWT yang terhadapnya terdapat implikasi hukum syara’ atas aktivitas tertentu.

Misalkan saja: jika seorang wanita itu beragama ahlul kitab, baik Yahudi maupun Nasrani, meskipun keduanya kafir, namun seorang laki-laki Mukmin boleh menikahi wanita ahlul kitab, baik kafir Kristen maupun Yahudi. 

Sebaliknya, seorang laki-laki Mukmin haram menikahi wanita dari golongan musyrik, baik ia beragama Hindu, Budha, Konghucu, dll. Bahkan, jika seorang yg beragama kafir Kristen maupun Yahudi, kemudian menyembelih hewan yang dihalalkan Islam, sembelihan itu halal bagi umat Islam.

Adapun haramnya pemimpin kafir bagi umat Islam itu merupakan bagian dari hukum syara’, yang diamalkan menurut syara’ dan bukan karena kebencian atau pandangan yang rasis. Jika syariah islam rasis, tentu akan menolak dan mengharsmls hewan sembelihan dari kaum kafir Kristen dan Yahudi, nyatanya tidak demikian.

Haramnya pemimpin kafir sama saja dengan haramnya riba, bangkai, babi, khamr, zina, mencuri, korupsi, berdusta, Dzalim, khianat, dan keharaman lainnya. Tidak lebih, tidak kurang, tidak pula spesial, biasa-biasa saja.

Namun ketika seruan ini digelorakan diruang publik, menjadi seperti isu besar, isu heboh, isu yang dianggap SARA dan seterusnya. Padahal, tanggapan yang demikian lebih pada bermotif politik. Andai saja, tidak ada kaum kafir yang ikut kontestasi politik dalam Pilkada (dalam hal ini Ahok), penulis berkeyakinan pernyataan haram pemimpin kafir akan direspons biasa-biasa saja.

Tetapi karena Pak Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama mau maju dalam pilgub DKI 2017, pernyataan haram pemimpin kafir sebagai bagian dari hukum Islam menjadi heboh, dianggap rasis, intoleran dan penuh nada SARA. 

Bukankah tanggapan ini kental nuansa politiknya? 

Andai saja Pak Ahok tidak nyalon gubernur DKI, apakah tolak pemimpin kafir ini akan beliau tanggapi secara bombastis?

Jadi penolakan terhadap haramnya hukum pemimpin kafir itu penuh nuansa politis. Yang dipersalahkan bukan seruan haramnya pemimpin kafir, tetapi pihak-pihak yang menolak hukum Allah SWT karena memiliki kepentingan politik.

Adapun bagi kaum muslimin, isu tolak pemimpin kafir, haram pemimpin kafir, menjadi momentum bagi umat Islam untuk semakin lantang menyuarakan kebenaran, menyampaikan syariah Islam dan hanya perlu khawatir atas ancaman Allah SWT bagi siapapun yang menutupi kebenaran.

Tuduhan rasis, intoleran, fitnah, pencemaran nama baik, bahkan seruan bernada SARA, cukuplah untuk dikesampingkan. Seruan Tolak Pemimpin Kafir bukan didasari atas kebencian dan sikap tendensi pada etnis, suku, agama atau pribadi tertentu. Menolak pemimpin kafir tidak dilakukan kecuali memang Allah SWT perintahkan demikian.

Momentum tolak pemimpin kafir ini, sekaligus menjadi tonggak Palu pemecah batu sindrom kekhawatiran psikologis, terhadap upaya dan ikhtiar dakwah untuk menyampaikan kebenaran Islam.

Sebelum aksi yang dilakukan Hizbut Tahrir dengan tema “haram pemimpin kafir, tolak pemimpin kafir”, dada umat diselimuti kekhawatiran jika hendak menyampaikan kebenaran Islam, termasuk gamang dan khawatir menyatakan haram pemimpin kafir.

Alhamdulillah, pasca aksi dan bergulirnya opini tolak ahok, tolak pemimpin kafir, umat Islam telah mampu menghancurkan batu sindrom kekhawatiran psikologis, umat menjadi terbuka dan yakin bahwa menyampaikan kebenaran Islam itu bagian dari dakwah, berpahala disisi Allah SWT dan tidak boleh ditinggalkan hanya karena adanya rasa khawatir dan Was-Was.

InsyaAllah, mulai saat ini umat akan terbiasa dan lantang menyiarkan kebenaran syariat Islam, terbuka dan terang-terangan, penuh keyakinan dan tanpa sedikitpun mengandung keraguan. Oleh karenanya, tuntutan penerapan syariah Islam secara kaffah di negeri ini, harus terus dan semakin digelorakan. 

[Oleh: Abu Jaisy al Askary]

Tidak ada komentar

Copyright © . Lemahireng Info All Right Reserved -
Diberdayakan oleh Blogger.